Terdengar klise dan mungkin membosankan di kala kita diberi ujian, cobaan, ataupun musibah, lalu orang menasihati kita, "Sabar, sabar, sabar, banyak berdo'a." Sejujurnya akupun setuju dengan hal itu, sampai aku berubah pikiran karena dengan pengalaman diriku sendiri, Allah SWT senantiasa menepati janji-Nya, membantu hamba-Nya dan tidak pernah menjauhi hamba-Nya. Jadi, disini aku ingin menceritakan pengalamanku melewati ujian dengan bantuan-Nya dan atas kekuasaan Allah SWT akupun dapat melewatinya.
Do'a Orang Terdzalimi itu Manjurβ
Selayaknya jalanan di dunia yang fana ini selalu memberikan kejutan, ada jalan berlubang, ada jalan tidak rata, terdapat markah kejut1, jalanan licin, bergerigi, dan macam-macam jenis jalan yang biasa kita temui. Begitu pun dengan perjalanan hidup, ada senang, ada sedih, ada jahat, ada baiknya juga. Kebetulan saat itu aku diberi ujian dari "teman" sendiri. Yap, teman dalam tanda kutip. Bisa dikatakan hubungan kita sedang tidak akur, namun aku tetap bersikap seperti selayaknya teman.
Entah apa yang merasukimu merasukinya,,
Bukan nyanyi mohon maaf wkwkwk
dia bersikap layaknya ingin mencari masalah denganku. Dimulai dengan menceritakan aibku, menjelekkan diriku pada temannya, dan juga mencemooh diriku (baca: julid) serta menghasut temanku dan temannya untuk membenciku. Ditambah lagi dengan dia melakukannya di depan mata ku sendiri.
Ngga marah tuhh Rid?
Jelas diriku marah, pengen tak lembar velg & gear motor ke mukanya. Namun, aku memutuskan untuk menahan diri saja dan biarkan dia berlaku sesuka hatinya karena aku yakin Allah SWT pasti membalasnya.
Udah sampai segitu aja Rid ceritanya?
Yoo jelas belum lahh. Mungkin karena tidak adanya reaksi dariku membuatnya makin lepas kendali sampai dengan terang-terangan, "Semua di kelas ini nanti datang ya ke acara ulang tahun aku, kecuali orang ini (menunjuk kepada diriku)". Akupun heran kenapa dia bertindak dan berkata sejauh itu, tapi aku tetap saja tenang menghadapinya.
Udah segitu?
Belum ternyata guyss, dia mulai menghampiriku seraya berkata, "Heh lu sadar lu tuh pengecut, diem aja ngebisu". Akupun akhirnya merespon dirinya,
π¦: "Luka apapun yang kamu buat, aku gakan terluka".
π§: "Ohh ya? Bagaimana dengan ini?"
π§: β
Dia memukulku tepat di lengan tanpa ragu. Mengingat dirinya sering mengikuti latihan Pencak Silat, aku akui pukulannya sangatlah kuat dan juga menyakitkan. Memukulnya ke lengan, yang terasa sakit lengan dan hatiπ’
Udah?
Yapp baru saja berakhir, karena saat itu acara sekolah hanya untuk mengembalikan rapor maka tidak lama teman-teman pun membubarkan diri. Begitulah luka-luka yang dia berikan. Aku sejujurnya tidak kuat menerima perlakuan darinya karena aku merasa aku tidak ingin punya masalah lagi dengannya. Yang lalu biarlah berlalu dan lupakanlah. Semenjak di sekolah pun aku tak kuat membendung air mata. Karena seorang laki-laki itu memiliki streotip negatif apabila menangis maka akupun harus menahannya.
Kebetulan saat aku tiba di rumah, adzan Dzuhur pun berkumandang. Aku ingin cepat-cepat mengadu kepada Tuhanku apa yang tadi aku lalui dan apa yang aku rasakan. Akupun baru saja lega bisa menumpahkan air mata yang aku tampung sejak di sekolah. Akupun menagih janji pada-Nya,
"Ya Allah, kalo benar do'a orang terdzalimi mustajab, maka kabulkanlah do'a ku ini. Aku ingin dia merasakan rasa sakit apa yang aku rasakan. Balaslah dia sesuai dengan kehendak-Mu. Akupun mohon ampun atas kesalahan yang mungkin aku buat kepada orang lain sehingga Engkau membalasku sekarang di dunia".
Setelah sembahyang, akupun qoilulah2 sembari menenangkan diriku sendiri berdamai dengan luka.
Bagaimana selanjutnya? Apakah bener instant hasilnya?
Selanjutnya tepat satu hari dari kejadian itu, dirinya tiba-tiba saja menghubungiku. Dirinya meminta maaf atas kejadian kemarin dan meminta aku untuk menjadi "teman"-nya lagi. Bukannya dirinya sudah memiliki "teman" mengapa memintaku? Aku bisa berasumsi bahwa dirinya sudah tidak memiliki "teman" dan ingin aku menjadi pengganti "teman"-nya. Tentu saja aku menolaknya dan komunikasi kita hanya sebatas itu.
Lho jadi apa balasan untuk dirinya?
Aku tidak terlalu memikirkannya. Yang aku tahu bahwa Allah SWT seketika memberikan ketenangan kepada hatiku, ditambah lagi dirinya yang langsung meminta maaf kepadaku, dan (mungkin) dirinya ditinggalkan oleh "teman"-nya sehingga diapun merasakan kesedihan. Selebihnya aku merasa urusanku dan pendidikanku semakin dipermudah oleh Allah SWT. instant bener bener instant. Hanya berdo'a, yakin, dan berkeluh kesah kepada-Nya langsung mendapatkan penggantinya dari rasa sakit yang diberikan, yaitu kesenangan dan ketenangan. Aku makin mantap bahwa Allah SWT selalu menepati janji-Nya. Apapun yang diberitakan baik melalui firman-Nya ataupun melalui utusan-Nya merupakan pernyataan yang absolut benar. Alhamdulillah, barakallahu wa yassarallahu Lana. Aamiin.