Skip to main content

Always in a Rush

· 7 min read
Muhammad Farid
Summary

Selalu terburu-buru, seperti mengejar waktu yang terus berlari. Sepertinya setiap langkah adalah perlombaan, setiap detik adalah harta yang tak boleh terbuang sia-sia. Dalam kesibukannya, dunia bergerak dalam kecepatan tinggi, seakan tiada ruang untuk bernafas, apalagi berhenti sejenak. Ia adalah angin yang berhembus kencang, tak pernah mau diam, selalu bergegas menuju tujuan yang entah di mana akhirnya. Segala sesuatu harus serba cepat, tanpa henti, tanpa jeda

Okay, I Got It

"Kalau dedek mah gamain gitu, udah langsung ajak jalan", celetuk atasanku sesaat setelah pindah ke kantor baru. Kantorku yang dahulu berada di gedung perkantoran sekarang berada di komplek perumahan. Dalam komplek itu hanya ada tiga rumah, rumah bosku yang menjadi kantor juga, rumah mbak Inul di industri kreatif, dan satu lagi perkantoran juga di bidang perfilman atau periklanan mungkin. Karena mungkin hal yang baru dimana aku satu komplek dengan rumah lain yang menjadi kantor juga, apalagi kalau di industri kreatif itu berhubungan dengan orang-orang yang keren dan modis. Tentu saja walau aku jarang melihat mereka ke kantor karena kalau ada projectan aja ke kantor (katanya), saat aku membeli makan siang mereka selalu berpakaian eksotis. Tidak seperti kantorku yang lebih kasual, apalagi aku yang memakai sendal jepit, hoodie yang besar dan celana yang agak longgar.

Saat pindah memang kami asyik membicarakan tentang anak-anak kantor sebelah. "Jangan-jangan kalian udah kenalan lagi sama mereka", ucap atasanku selagi bercanda. "Ohh ngga pak belum, kami belum liat mereka juga". "Dedek kayanya diem-diem udah kenalan malah". "Ngga lahh pak, saya juga sama belum liat". "Galiat tapi langsung nyamperin ngajak jalan HAHAHAHA", "Iya dedek mah mainnya agresif". Seketika aku terdiam, mengapa atasanku seperti mengetahui apa yang aku tidak sadari selama ini? Aku pun teringat bahwa saat diriku menjabat sebagai Ketua Tim Media dan Kreatif MPK, diriku memang berapi-api mengupayakan untuk mencapai target kala itu, 1000 followers untuk MPK yang pada saat itu masih berjumlah 500+. Karena aku yang masih dalam bimbingan kakat tingkatku jadi aku masih satu grup dengan beberapa dari mereka dan mereka mengomentariku, "Farid bagus yaa ambis banget. Satu grup berisik kamu doang yang ngoceh". Tentu saja aku tidak hanya membual semata. Buktinya memang targetku terpenuhi. Sekarang terhitung sudah 2000 followers dan tentu bukan sebagai sombong, followers 2000 tidak akan tercapai kalau bukan berkat usahaku yang kembali mengaktifkan media sosial MPK.

Bahkan sampai sekarang pun, aku mengerjakan tugas selalu berapi-api. Belum juga rampung tugas kemarin, bertambah lagi tugas baru, dan aku kembali menghajar semua tugas. Ya mungkin melelahkan untuk mengejar tugas di saat mereka berleha-leha. Poin akhirnya aku menang, mereka yang bersusah payah mengerjakan tugas akhir tenggat, sedangkan aku bisa bersantai menonton film The Boys dan mengabaikan "Rid bantuin UAS gue dong". Memang aku berutang apa kepada dia? Salah dia sendiri tidak mengerjakan awal waktu HAHAHAHA.

Dalam hal asmaraku pun memang terburu-buru sihh, aku akui. Entah kenapa aku tidak merasa takut atau malu untuk mengenalkan pasanganku kelak ke orang tua dan kerabat lainnya, dan aku pun akui kalau aku tidak bisa dengan hidup yang flat ini. Entahlah aku merasa aku senang dengan adrenalin. Bahkan mungkin aku tidak malu kalau pertama kenal langsung aku temui kedua orang tuanya wkwkwkw.

Aku baru-baru ini karena tidak suka dengan hal yang gantung dan abu, daripada terus memikirkan jawaban yang tak pasti, maka aku beranikan untuk rechat Grisa. Entah darimana ide yang konyol itu tiba. Sehabis shalat aku memikirkan, "Sampai kapan aku harus menunggu?". Ide yang bodoh namun cukup menyenangkan dimana selepas Shalat aku tanpa berpikir panjang babibu langsung mengambil gawaiku, mencari roomchat dirinya, dan mengetik dengan cepat. Saking cepat dan gugupnya aku bahkan tidak dapat mengetik itu dengan benar alias banyak typo. Detik demi detik rasanya detak jantungku sampai 100 bpm. Selesai chat pun aku tidak bisa makan dengan benar karena tanganku yang gemetar. Takut, senang, sedih, kecewa, dan rasa lainnya menyatu dalam harmoni perasaan yang abstrak. Ditambah gado-gado yang pedas membuatku semakin beradrenalin. Saking takutnya aku bahkan mematikan dering agar tidak mengetahui pesan diriku terbalas atau tidak. Larut dalam pekerjaan dan berlanjut hingga pulang sampai aku lupa kalau aku sudah rechat dirinya, namun diriku tak kunjung mendapatkan balasan. Adrenalinku perlahan turun hingga menjadi sendu. Namun, yaa mungkin sudah bukan hal yang aneh kalau masalah ginian, aku tidak terlalu sedih. Mungkin bukan orangnya yang aku butuhkan, namun aku hanya butuh adrenalin tersebut.

Itulah mengapa aku menyukai bertemu orang baru, karena saat bertemu mereka adrenalinku meninggi karena aku terlalu excited bertemu orang baru, walau aku sadar bahwa perasaan itu hanya sementara. Sejauh ini baru dua orang yang saat pertama kali bertemu adrenalinku memuncak hingga bertahan lama, dan sudah bukan rahasia umum kalau mereka mempunyai handphone dan nama belakang yang sama. Jadi aku itu butuh seseorang atau butuh perasaan yang menggebu-gebu itu? Masalahnya Grisa yaa sudahlah aku juga sudah tidak terlalu berhadap pada dirinya dan dengan kata lain memang aku sudah benar-benar numb. Rasanya memang sangat menyenangkan saat aku mengirimkan DM kepada orang asing di Bumble. Namun yaa perasaan itu turun lagi, hanya roller coaster yang naik-turun lalu melandai dengan sendirinya. Itulah mengapa aku sekarang hanya mencari teman main saja, karena ya aku mencari sensasi yang dapat bertahan lama. Aku harap yaa ada seseorang yang akan memberi rasa itu long-last, dan sama-sama merasakannya.

Ketika aku datang ke tempat baru, atau mungkin hal yang asing bagiku pasti aku merasakan deg-degan. Tolonglah bu dokter, tensiku tinggi bukan aku kebanyakan begadang. Karena aku baru ke dokter sendirian wkwkwk dan aku suka sensasi itu. Saat pertama kali naik MRT, Whoosh, KRL adalah hal yang paling aku ingat dan berkesan. Mendatangi orang tua Syara waktu dirinya sakit pun itu adalah hal gila yang sangat aku sukai. Sudah banyak desas-desus bahwa ayahnya adalah orang yang "galak" dan entah kenapa diriku malah melewati batas itu dan berkata "aku pasti bisa menaklukannya". Walau dalam lubuk hati ini pun aku benar takut, tapi rasa takut itu dikalahkan oleh adrenalin tersebut. Namun adrenalin itu sepertinya hanya aku rasakan sendiri. Kenapa yaa di ribuan manusia masih hanya dua orang itu yang terbesit dalam bayangku. Walau yaa aku tidak mempunyai rasa yang kuat seperti sebelumnya, namun aku tidak menyangkal bahwa mereka berdua masih lekat dalam pikiranku.

Limit

Tentu saja se-rush-nya aku ada batasnya karena aku sendiri tidak lebih dari sekadar manusia. Aku pernah bercanda ke ibuku yang menjawab pertanyaan "Sok minta apa aja ke Allah mah pasti dikabul". "Yaudah id minta jodoh wkwkwk". "Jodoh mah ntar kalo udah lulus.

Mungkinkah ibuku yang berdoa kepada-Nya untuk menunda diriku bertemu wanita yang aku idamkan? Yang aku tahu aku bakal membagi fokusku ke ibu dan ke pasanganku selepas menikah nanti. Ataukah ada seseorang yang berdoa kepada Engkau ya Allah untuk menjauhkan diriku dari wanita yang aku temui? Karena rasanya tidak masuk akal aku sudah jalan tiga kali dengan Nanda dan tidak ada rasa sama sekali kepadanya. Selain itu aku juga tidak lagi menemukan perasaan yang sama pada orang lain. Lalu mengapa masih ada dua sosok dalam pikiranku? Kalau Grisa sudah aku coba untuk rechat dan tidak ada hasilnya, apakah jawabannya adalah Syara? Hmm aku masih belum yakin untuk itu. Aku takut melukai dirinya tiga kali dan dapat piring cantik (canda). Karena yaa aku tau kalo pertama aku meninggalkannya karena Shafira, kedua dia meninggalkanku karena Grisa (yaa walau dia gatau pasti sihh karena dapet feeling itu), dan yang ketiga kali? OHHH COME ON. Aku pun takut kalau perasaan yang tumbuh nanti adalah perasaan diriku saja, aku benar-benar tidak bisa mengekspresikan perasaanku dan aku benar-benar excited sendiri.

Tapi dan tapi, akhirnya itu semua adalah asumsi belaka. Aku tidak akan tahu jawabannya jika hanya diam. Mungkin kalau aku mendapatkan petunjuk dari hatiku ini untuk melakukan hal yang sama seperti pada Grisa, aku akan melakukannya. Aku tak peduli berapa harganya dan apa resikonya, aku akan melakukannya. Lagipula ada dua hal yang aku dapatkan tak peduli hasilnya. Aku mendapatkan sensasi deg-degannya kembali dan aku mendapat jawabannya apakah dia adalah memang orang yang diciptakannya untukku? Karena yaa seperti tadi di awal tidak mungkin hanya dua orang yang masih dalam benakku. Kalau Grisa sepertinya hanya tinggal menunggu waktu untuk aku hilang rasa padanya dan benar-benar menghilangkan harapan kepadanya. Baik atau buruk itu bukan urusanku. Urusanku hanyalah berusaha mendapatkan jawaban itu. Mari kita dapatkan sensasi itu dan persetan dengan hasilnya HAHAHAHAHA.