Di alam semesta yang luas ini, terjalinlah sebuah jaringan takdir yang penuh dengan kebijaksanaan ilahi. Setiap manusia adalah benang yang terjalin dalam jaringan ini, dan setiap tindakan yang aku ambil adalah langkah dalam perjalananku yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dalam setiap pergantian hidup, dalam setiap perjuangan, kita harus selalu mengingat satu hal: semua garis takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan akan berakhir baik, dan akan baik-baik saja.
Tandaโ
Di Jumat sore jam-jam sebelum aku berangkat menuju kota kelahiranku, aku sudah bersiap-siap untuk pergi menuju travel. Aku pun sudah berwudhu hanya tinggal menunggu adzan Maghrib agar aku bisa menunaikan Shalat Magrib dan dijamak dengan Shalat Isya. Karena aku terlalu lelah dan rasa kantukku menyerang, aku pun ingin mengistirahatkan sejenak sembari menunggu adzan Maghrib. Aku baringkan tubuh ini, menyalakan AC, dan melihat jam sesekali untuk memastikan agar aku tidak terlelap lebih dalam.
Ketika aku membuka mataku, aku melihat kamarku sudah gelap. Belum genap kesadaranku terkumpul, aku melihat jam. Ohh rupanya ini sudah jam 18:35. Mengapa aku masih menggunakan pakaian kerja? Mengapa aku tertidur dengan menggunakan kaca mata? Ahh sial sungguh sial, aku menyadari bahwa aku tertidur cukup lama. Jadwal keberangkatanku pukul 19:00. Aku pun panik dibuatnya. Aku segera bergegas ke toilet untuk kembali berwudhu dan menunaikan shalat jamak Maghrib-Isya. Setengah terburu-buru, seusai menunaikan shalat aku melihat waktu menunjukkan pukul 18:45. Oh tidak, apakah aku sempat ke Citos dengan jarak 7 KM dalam waktu 15 menit? Menggunakan Grab atau Gojek pasti akan memakan 10 menit untuk menunggu sehingga aku pergi 18:55. 5 menit ke Citos? Sangat mustahil sempat mengejar waktu untuk kemacetan Jakarta di rush hour. Apakah aku harus menggunakan motor sendiri dan ngebut, aku simpan motorku di Citos? Ahh itu pun tidak membantu karena biaya parkirnya akan sangat mahal. Detak waktu berjalan secara konstan berbanding lurus dengan detak jantungku. Aku pun mengutuk diri sendiri, mengapa dengan bodohnya aku tertidur? Mengapa tidak menyalakan alarm agar aku tidak kebablasan? Bodoh sungguh bodoh. Dering teleponku berbunyi dan membuatku semakin gusar.
๐จ๐ปโ๐ฆฐ: "Selamat malam, saya dari Cititrans keberangkatan Citos-Ciwalk, masnya kok belum konfirmasi kedatangan ya? Kalau boleh tau posisi mas sudah dimana ya? Soalnya kami sebentar lagi berangkat."
AAAARGGGHGHHHHH... Bagaimana ini? Apakah aku tidak jadi pulang? Atau aku harus segera pergi? Aku harus bagaimana? Aku pun masih diam tak bergeming walau teleponku sudah ku jawab. Tiba-tiba saja perasaaan tenangku pun mengalahkan rasa panik yang melanda dan aku pun dengan santai merespons pertanyaan bapak supir.
๐ฆ๐ป: "Ohh iya betul pak saya pergi ke Ciwalk jam 19:00. Namun, saya cancel saja pak keberangkatannya karena ada satu lain hal pak. Jadi bapak langsung pergi saja ya pak gausah nunggu saya."
๐จ๐ปโ๐ฆฐ: "Ohh jadi cancel ya mas? Baik kalo gitu terima kasih yaa."
Kenapa aku tiba-tiba memutuskan hal itu? Entah lah aku tiba-tiba berpikir kalau semua ini sudah direncanakan Allah SWT. Pasti ada alasan mengapa aku tertidur; pasti ada alasan mengapa aku tidak pergi ke Bandung jam 19:00; pasti ada alasan mengapa Allah membatalkan keberangkatanku. Mungkin kalau aku pergi jam 19:00 aku akan terjebak macet? Atau mungkin aku akan terjadi kecelakaan saat menuju travel? Atau mobil yang aku naiki mengalami kecelakaan sehingga aku mati? Aku pun tak tahu yang pasti ada alasan yang baik dari Allah SWT untukku. Tak masalah aku harus merogoh kocek lagi Rp150.000 untuk pergi ke Bandung, aku yakin Allah SWT pasti akan mengganti ongkosku dengan hal yang baik lainnya meski sudah Rp300.000 aku keluarkan untuk sekali jalan ke Bandung.
Aku lagi dan lagi dibuat dilema, apakah aku harus mengambil keberangkatan jam 19:30 atau jam 20:00? Terlalu malam seandainya aku mengambil jam 20:00, tapi dengan 19:30 apakah sempat? Aku takut terjadi hal di luar perkiraan. Setelah memikirkan matang-matang dan mendengarkan intuisiku, aku pun mengambil jadwal jam 20:00. Aku pun tak bisa menjelaskan mengapa aku mengambil jam tersebut, intuisiku berkata demikian. Dengan berat hati, aku pun kembali memesan tiket dan pergi dari jam 19:00. Aku lantas memesan Gojek untuk pergi ke arah sana. Tak disangka, jalanan Jakarta begitu padat dan sesak. Aku yang sudah sering terbiasa bulak-balik Kemang-Fatmawati pun karena arah ke kantor dan arah ke travel pun melewati jalan yang sama, dibuat terkejut heran karenanya. Mengapa jalanan sangat padat sekali? Jalan yang biasanya kosong-melompong pun jadi sangat macet. Seketika terlintas dalam benakku bahwa intuisiku tepat. Karena jika aku mengambil 19:30 aku akan terlambat lagi. Aku semakin mantap dengan takdir dan sudah dibuat-Nya. 19:40, yapp 40 menit perjalanan akhirnya aku tiba di Citos. Syukurlah aku hanya tinggal menunggu 20 menit. Aku pun memesan dulu minuman untuk menghilangkan dahagaku selama perjalanan. Memesan minuman selama kurang lebih 10-15 menit, lalu aku menghampiri mobil travelku dan tak lama aku pun berangkat. Walau jalanan Jakarta sampai di tol pun benar-benar macet, dan tak terlihat apa kebaikan yang aku dapat dari pergi jam 20:00, aku tetap meyakini bahwa semua terjadi atas izin-Nya dan akan pasti secara absolut ada kebaikan dibaliknya. Ini mungkin hal yang ringan dimana aku harus menerima bahwa aku harus membatalkan tiketku dan rela kehilangan uangku. Akan tetapi, aku bertanya di perjalanan sembari menetap gelapnya langit, apakah ini pertanda aku harus menyiapkan untuk menghadapi hal terburuk? Mengapa pula aku tiba-tiba merasakan hal yang tidak enak? Ahh mungkin Allah SWT memang memberiku perasaan ini dan memberiku tanda untuk menghadapi hal yang lebih besar.
Bye Dear, I Love Uโ
It will rain. Malam minggu yang sangat cerah dengan langit yang bersih, malam yang biasa digunakan oleh para pasangan untuk memadu kasih, untuk menghabiskan malam bersama pacarnya dengan quality time-nya. Namun malam itu aku rasa menjadi malam yang sangat basah oleh air. Yapp, bukan oleh hujan yang terjadi karena evaporasi siklus alam, melainkan oleh air mata. Malam minggu itu aku habiskan bersama teman-temanku. Dari sore aku pergi bermain ke kafe bersama teman-teman lamaku. Karena di kafe itu sepi dan makanan yang kami santap cenderung tidak bervariasi, akhirnya kami pun pergi ke SMK tempat kami bersekolah dulu. Di sana terdapat acara "Hari Keakraban" jurusan. Tentu itu biasanya menjadi ajang silaturahim, temu kangen kami dengan teman sekolah dan juga kakak tingkat maupun adik tingkat. Aku pun berbincang-bincang dengan kakak tingkat yang berbeda 2-3 tahun denganku. Selain bahasan karir, mau umur segimanapun juga, bahasan tentang wanita adalah bahasan yang menarik dan menyatukan kami wkwkwk. Dimulai dari sharing apa sihh kriteria yang harus ada di pasangan? Kami sepakat bahwa pasangan yang support untuk perkembangan karir dan support kemampuan kami sebagai pencari nakfkah jelas harus ada. Selain itu, yang "cantik" pun harus dipertimbangkan dan kami tidak menyangkal itu. Selebihnya ya itu sesuaikan dengan kriteria kami ingin wanita dengan sikap dan perilaku seperti apa.
Aku pun menjawab di dalam hati, wanita yang aku inginkan adalah wanita yang cerdas karena dengan wanita cerdas dirinya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan berbagai cara. Selain itu, wanita cerdas dapat menambah referensi dan sudut pandangku lebih luas karena aku membutuhkan seseorang yang dapat mengimbangiku dalam berpendapat. Apalagi wanita yang cerdas dalam akademik, itu menambah poin ketertarikanku. Lalu selera berpakaian pun menjadi pertimbanganku. Aku lebih suka wanita dengan pakaian yang rapi, yang menutupi aurat, kerudung yang tidak aneh-aneh layaknya seperti pekerja kantoran yang "ukhti". Namun terlalu ukhti pun agak aneh bagiku hahaha. Sejauh ini pun aku lebih tertarik kepada wanita yang bersikap dewasa dan independent. Tak lupa yang bisa dan rajin melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu, dan mengepel. Sejauh ini semua kriteria tersebut ada di seseorang yang aku kenal, dan itu Syara. Selera humornya pun sepertinya sama karena dirinya membagikan postingan TikTok yang membuatku terpingkal-pingkal. Selera musik pun cocok. Hanya saja aku agak "bete" dengan sikapnya yang terlalu dingin. Firasatku dia bukan orang yang dingin seperti itu karena dirinya hanya belum mau menunjukkan sisi yang tersembunyinya. Karena mungkin hubungan kita hanya sebatas "teman" baik yang menjadikan suasana hubungan ini menjadi renggang. Aku yang sudah clingy namun dirinya yang belum mengeluarkan sifat aslinya. Selain karena hubungan kami hanya sebatas teman membuat aku pun kurang merasakan rasanya "dimiliki". Aku pun bertanya? Apakah sah-sah saja kalau aku tertarik kepada orang yang berbeda?
Tak menyangkal aku pun tertarik dengan orang yang baru aku kenal, Griszha. Walau ya hanya kenalan-chat-jalan-lalu menghilang, aku tetap masih sedikitnya memiliki harapan kepadanya. Sama seperti Safana. Aku sudah mendapatkan jawabannya yang jelas mengatakan "tidak", namun aku masih sedikit berharap sebelum akhirnya intuisiku berbisik untuk memilih salah satu antara Safana dan Syara. Pada bulan April setelah mendapatkan sudut pandang dari Sophia dan Shyfa aku memutuskan untuk memilih Syara dan memperjuangkannya. Kasus Griszha pun sama, hanya membutuhkan waktu untuk mendapatkan jawaban terkait perasaanku. Bagaimana jadinya seandainya aku yang sedang dekat dengan Syara dan Griszha pun mau denganku? Tentu aku akan memilih Syara karena di masa lalu dimana aku harus memilih bertahan dengan Syara dan Shafira justru aku salah dengan memilih Shafira. Tentu dengan pertimbangan ini itu. Aku pun pernah bertanya hal ini kepada ibuku.
๐ฆ๐ป: "Mah, aku kenal lagi dengan temen yang lain anak Fisika Undip. Ini fotonya"
๐ง๐ป: "Ohh iya iya. Cantik. Kalau yang kemarin mana fotonya?
๐ฆ๐ป: "Ini (aku menunjukkan foto Syara)"
๐ง๐ป: "Yang ini (Syara) lebih mamah suka. Keliatannya udah mateng dan dewasa"
๐ฆ๐ป: "Jadi aku harus gimana? Pilih yang mana"
๐ง๐ป: "Kenal dulu aja jangan buru-buru. Mamah juga pengen tau dulu yang gimana orangnya. Tamatin dulu aja kuliahnya, kerjanya matengin lagi"
Ahh ternyata tetap pilihanku jatuh kepada dia. Memang dirinya yang cocok untukku. Huftt, andai aku mencintainya di waktu yang tepat dan aku memiliki hubungan khusus dengannya sehingga aku tidak perlu merasa bimbang dan bertanya-tanya tentang perasaannya kepadaku. Hal ini terjadi saat aku bersama Lina. Tentu, tentu, tentu aku pun kenal dengan beberapa teman yang terlihat lebih "menarik". Namun karena tanggungjawab diriku pun aku tidak ingin untuk mencampakkan Lina demi orang lain yang lebih "menarik".
Kembali kepada percakapanku dengan kakak tingkat dan temanku. Karena sudah lapar, kami pun mencari tempat untuk makan dan pilihan kami jatuh kepada Space 56 di Cimahi. Aku biarkan saja temanku yang mengendarai motorku karena aku tidak tahu jalan di Cimahi wkwkwk. Sesampainya disana kami memesan beberapa makanan dan minuman dan menjawab pertanyaan truth yang terdapat pada kartu di meja sana. Terdapat salah satu pertanyaan yang agak mengusik diriku, "Pengalaman apa yang ingin kamu hapus dalam hidupmu?" Tentu aku memilih untuk tidak menjawabnya karena pengalaman tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal. Biarlah aku sendiri yang mengetahuinya. Intinya itu pengalaman yang sangat buruk dan jahat. Karena sudah sedikit larut, kami pun bubar dan pulang.
Sesampainya di rumah, aku mendapati pesan dari dirinya. Ahh iya, saking renggangnya hubungan kami aku pun lupa bahwa aku memiliki seseorang HTS. Tidak seperti sebelumnya dimana aku pergi pasti ada bayangan, "Kalau aku disini bersamanya pasti lebih seru". Untuk kali ini aku sama sekali tidak terpikirkan tentangnya. Namun, aku rasa kabar darinya tidaklah berarti karena pasti dirinya akan hilang lagi dan itu agak menyebalkan dan sudah pasti membuatku sedih. Bisakah aku mendapatkan dan merasakan hal yang indah seperti saat kita pertama kali dekat? Aku sadar aku pun semakin bergantung padanya, sifat manja diriku pun sudah tak bisa aku tutupi. Aku sungguh kesal jika mendapati kabar dirinya belang-belang, kadang ada kabar, kadang tidak ada sama sekali.
Dirinya pun berterus terang bahwa dirinya tidak bisa secara persisten untuk memberikan kabar. Selain itu, jika dirinya memiliki masalah, dirinya lebih memilih untuk deal with it sendiri. Aku sebenarnya sangat suka jika dirinya mau membagi luka itu kepadaku. Terkait kabar, aku sebenarnya tidak mempermasalahkan itu. Hanya saja terkait sikap dia kepada diriku yang sudah renggang membuat diriku ingin diafirmasi bahwa "Rid kamu masih dimiliki aku". Namun entah dirinya tidak merasakan hal itu, tidak menganggap diriku lebih dari "teman nyaman" saja. That's why she never say "love me" or "miss me" karena perasaan dirinya tidak jauh sampai kesana. Berarti apakah aku bertepuk sebelah tangan sedari awal? Dalam sudut pandangku dirinya memang demikian.
Dalam sudut pandangnya, tiba-tiba saja dirinya berkata, "Kalau ada teman chat yang lain bilang aja". Apakah dirinya mempunyai firasat bahwa aku sempat dekat dengan Griszha dan teman-teman lainnya? Farania yang sudah menikah memang berkata,
"Insting cewe tuh kuat Rid. Makanya kan di medsos banyak tuh kejadian nge-gep-in pacarnya di hotel, atau lagi jalan kemana, atau lagi chat sama siapa"
Shyfa pun pernah berkata yang sudah aku tulis juga di tulisan sebelumnya,
"Cewe tuh peka banget Rid, perasaannya kuat dan bakal tau kalo dia dijadiin salah satu pilihan atau satu-satunya"
Farah pun pernah mengingatkanku,
"Aku tau Rid hubungan kamu emang sedikit rudet, karena aku pun kalo punya pacar dengan sifat kayak Syara sih gakan kuat ngadepinnya. Tapi salah juga kalau kamu coba deket sama yang lain. HTS kan resikonya ketidakpastian. Memang karena kamu HTS juga sebenernya sah-sah aja deket sama yang lain. Tapi dengan itu kamu harus siap kalau kemungkinan besar gabakal bikin hubungan sama Syara membaik."
Ahh mungkin benar ini karma? Mengapa hal buruk ini terjadi? Dan saat ini aku menghadapi situasi yang sulit. Karena diriku yang ingin kepastian agar aku tidak bisa merasa gundah dengan statusku, dan dirinya yang tidak siap dengan suatu hubungan, akhirnya kami memutuskan untuk "asing". Aku tahu aku sudah terlalu manja sehingga agak sedikit menyebalkan dan bete jika dirinya tidak bersikap sesuai keinginanku, dan dirinya tidak siap menanggung jika harus mengambil tanggungjawab sebagai pasangan, maklum dirinya sudah mumet dengan pekerjaan dan kuliah, ditambah lagi harus repot menimpali diriku yang super duper manja.
Air mata mulai membasahi kelopak mataku karena aku sadar bahwa ini adalah detik-detik menuju perpisahan. Setiap kata yang keluar selalu beriringan dengan air mata yang keluar. Aku pun tak kuasa menyangkal rasa sakit dan sedih yang aku rasakan sekarang. Yapp memang jatuh hati harus siap dengan patah hati, satu dualisme yang tidak bisa dipisahkan. Kalau kalian hidup, kalian harus siap dengan mati; kalau kalian ingin gaji tinggi, kalian harus siap dengan beban kerja yang banyak; kalau kalian ingin menjalin hubungan dengan yang manja, kalian harus siap menjadi orang yang harus siap siaga. Kalau kalian ingin mempunyai pasangan yang dewasa, maka kalian harus siap dirinya yang tidak available setiap saat; kalau kalian ingin bermain-main, maka kalian harus siap dimainkan pula.
Semakin aku mengatakan sesuatu kepadanya, semakin mengalir air mata ini. Bagaimana bisa aku harus merelakan orang yang sangat-sangat-sangat sesuai dengan tipeku dan tipe ibuku pergi? Walau aku hanya kencan dengannya dua kali, namun itu sangat sangat berkesan dan aku tidak akan pernah melupakannya. Detik demi detik hatiku sangat remuk. Apalagi saat dirinya mengucapkan terima kasih telah bertemu ibunya dan ibunya pun menyukaiku. Semakin deras air mata ini mengalir setelah mendengarnya. Aku sadar tangisku makin tak tertahankan, aku tak kuasa berlama-lama terus digempur rasa sedihku. Aku pun menyudahi percakapan kami dan mengucapkan selamat tinggal dan salam perpisahan. Serta mengucapkan "good night" untuk terakhir kalinya. Lalu aku men-silent gawaiku dan menangis sejadi-jadinya. Aku tak percaya patah hati ini kembali terulang. Belum lagi memang di 2016 aku memutuskan dirinya di bulan Oktober. Mengapa aku mengulang siklus yang sama? Sudahlah aku ingin terlelap melupakan rasa sedih ini dan berhubung sudah jam 02:30.
Saat terbangun karena rasa sedih itu masih melekat kepada diriku, di jam 04:00 aku melihat pesannya yang begitu panjang. Orang yang cuek, chat bubble-nya dikit, sekalinya chat itu panjang memang sungguh-sungguh menyayat hati. Maaf, sepertinya aku akan terus makan mie karena itu makanan favoritku hahaha. Namun betul aku akan jarang mengonsumsi mie. Lalu untuk ngebut, sepertinya sulit aku hilangkan karena di kala stress, kami para lelaki harus memenuhi otak kami dengan hormon testosteron dengan melakukan hal-hal yang menantang dan ekstrem. Kalo telat makan, sepertinya aku ingin telat makan lagi karena ketika aku tidak dalam mood yang baik maka aku akan puasa. Sepertinya sudah tidak ada lagi yang harus katakan walau masih banyak yang ingin aku lakukan bersamanya. 9 Oktober kami resmi untuk asing. Ohh Tuhan, aku sedih, aku kesepian, aku sakit. Oleh karenanya, timpakan saja kepada diriku karena aku sanggup dan kuat. Jangan engkau timpakan kesedihan kepadanya karena aku tahu walau dirinya terlihat kuat, namun dalamnya sangatlah rapuh.
Hari Minggu menjadi hari yang tidak enak. Aku banyak menghabiskan waktu di kamar sembari meratapi kenyataan bahwa aku sudah tidak memiliki siapa-siapa. Griszha tak kudapat, Syara pun aku relakan pergi. Ahh sudahlah aku harus ingat sesuatu. Aku kembali teringat kepada kejadian di saat aku harus yakin dengan takdir yang sudah dipintal oleh-Nya. Semua ada alasan dan semua akan baik-baik saja. Ada alasan mengapa aku harus bertemu Syara dua kali dan dua kali juga patah hati olehnya; ada alasan mengapa aku harus kenal Griszha dan teman-temannya; ada alasan mengapa aku dianugrahkan rasa percaya diri yang tinggi; ada alasan mengapa tubuhku sangat minimalis; ada alasan mengapa aku menjalin hubungan selama 5 tahun; dan ada alasan mengapa aku sempat terselip dan jatuh ke lubang kesalahan yang fatal. Aku tak ingin menghapus semua kenangan itu walau kenangan itu sangat buruk.
Aku harus percaya kalau semua akan baik-baik saja. Terima kasih Syara untuk waktunya yang sangat singkat ini. Karena dirimu juga aku bisa menulis ini. Terhitung tulisan pertama adalah tentangmu dan semua tulisan ini dominan adalah tentangmu juga. Aku tak tahu apakah aku bisa meneruskan tulisan ini? Karena tak ada seseorang yang bisa mengisi ceritaku disini. Atau aku hapus saja tulisan ini karena semua ini tidak ada artinya? Tidak. Aku akan tetap menjaga tulisan ini sampai ada waktunya dia mengetahui semua ceritaku selama ini. Verba volant scripta manent, apa yang diucapkan akan terbang dan apa yang dituliskan akan menetap.
Aku harus ikhlas kehilangan dirinya. Aku belajar dari hubunganku pertama dimana aku sangat membenci dirinya. Aku mengutuk semua tindakannya. Bagaimana bisa hubungan paling tidak berkesan menjadi hubungan yang masa move on-nya paling lama? Hubungan 7 bulan gamonnya 1 tahun wkwkwkw. Ternyata aku sadar bahwa aku tidak seharusnya berhenti mencintai orang-orang yang pernah mengisi hatiku. Setelah aku mengikhlaskan Yona, rasanya malah lega dan senang jika dirinya bahagia dengan pacarnya yang baru. Begitu pun Lina, setelah kami berpisah aku tidak berhenti mencintainya, aku selalu berharap yang terbaik. Walau pada awalnya agak sedikit sakit ketika dirinya sudah memiliki pacar, namun lama kelamaan aku ikhlas juga dan senang kalau dirinya sudah bahagia dengan pacarnya yang sekarang. Begitu juga dengan Syara, aku tidak akan pernah berhenti mencintainya. Aku terus berharap yang terbaik untuknya. Aku bersyukur selepas diriku pergi tidak akan membuatnya kerepotan lagi harus merespons chat-ku, tidak lagi harus lelah lelah memberiku kabar, dan tidak lagi sakit ketika mendapati firasat yang tidak baik tentangku. Aku mungkin memang terlalu kotor untuk dirinya yang bersih. Semoga terdapat lelaki lain yang bisa mengisi bagian dirinya yang kosong dan hilang. Aku berharap dia semakin bahagia dengan pilihannya nanti yang dapat membuat dirinya lebih baik lagi. Yeahh I hope.
Singkat cerita saat perjalanan pulang pun ke Jakarta aku tidak tertidur. Aku hanya menoleh ke arah jendela sembari menatap langit menguatkan bahwa aku sudah benar-benar sendiri. Lama kelamaan juga ngantuk sih wkwkw. Ketika tiba di Jakarta, aku memesan Gojek dan tiba di kost. Lalu aku akan mengabari orang tuaku dan juga mengabari Syara kalau aku sudah sampai kost. Oops, aku lupa bahwa kami sudah berpisah. Aku tersenyum dengan air mata di pipiku bahwa semua cerita ini sudah berakhir. Ahh baiklah aku harus terus maju melanjutkan hidupku. Sekali lagi selamat tinggal, good luck and cheers!
Note: ini mungkin jadi tulisan terakhir dan ini merupakan tulisan yang paling mengandung bawang karena tiap ngetik inget kejadiannya pasti nangis wkwkwk.