Tak biasanya, seekor serigala pergi berkelana sendirian dimana serigala biasanya hidup berkelompok nan solid. Banyak kawanannya yang pergi menetap pada habitatnya, di tempat tak jauh dari tempat lahirnya. Namun, satu serigala ini memang keras kepala. Tak ayal jika dia selalu menghadapi semuanya sendirian. Namun, dia mendapat salah satu pengalaman yang tidak bisa dienyahkan begitu saja.
Serigala juga termasuk hewan yang setia baik kepada pasangannya maupun kawanannya. Tak terkecuali serigala yang selalu menyendiri. Walau dirinya memisahkan diri dari kelompok, bukan berarti dirinya mempunyai konflik internal. Akan tetapi, si lone wolf ini mempunyai caranya tersendiri untuk menafsirkan peristiwa dan berusaha mencari sendiri apa arti dari kehidupan yang ia alami.
Alkisah serigala ini pun setelah dinilai cukup matang untuk menjalani kehidupan, dirinya langsung memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda dari kawanan sebayanya. Para keluarganya pun sebenarnya tidak menyarankan si lone wolf untuk pergi sendiri. Namun, tetap saja apa yang diyakini oleh dia maka tidak ada sesuatu yang bisa menghalanginya. Termasuk keluarganya. Karena ambisinya yang sangat besar dan kegigihannya untuk belajar menghadapinya sendiri, setelah itu pergi lah ia menjauhi tempat kelahirannya.
Habitat serigala ini sebenarnya adalah tempat yang dipekikkan oleh udara dingin nan sejuk, makanan melimpah, keluarga, dan rekannya pun selalu ada di tempat yang selalu dipenuhi salju itu. Ia tidak mengetahui lingkungan seperti apa yang akan dihadapinya. Namun, itu semua tidak pernah membuat gusar dan menyerah terhadap tekad api yang membara. Pergilah ia sembari mengucapkan perpisahan.
Di tengah perjalanannya pun si lone wolf sudah dikejutkan oleh beberapa hal. Ia langsung dihadapkan oleh cuaca yang sangat panas dan lembab. Dari sana ia sudah kewalahan saat mencoba untuk berteman dengan cuaca yang membakar. Tak lupa, ia juga ditakdirkan untuk bertahan melawan “si raja hutan” yang buas dan mengancam. Ia bersusah payah bertahan hidup dengan lingkungan yang baru dia kenali, lalu harus berupaya untuk hidup dari serangan singa-singa yang lapar. Sekian waktu bergelut serta berdarah-darah melewati rintangan tersebut, dirinya pun beristirahat sembari merasakan sick home, berpikir bahwa hidup di habitat asli itu tidak akan se-menyakitkan ini. Dirinya pun takan bisa meminta bantuan secara langsung kepada rekanannya karena semua itu masih tinggal di habitatnya. Rasa sedih, lelah, dan sepi mulai merasuki hatinya. Walau begitu, ia tetap tegar untuk menghadapinya.
Hutan demi hutan dia lalui ditemani keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Ia terus mencoba untuk bertahan demi mendapatkan jawaban dari yang dia pertanyakan selama ini. Entah apa yang ada dalam kepalanya, ia tetap saja selalu berpikir tidak rasional. Idealis lebih dikedepankan dibandingkan realistis. Namun, dirinya mendapatkan ketegaran dan mengetahui bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungan yang kejam ini.
Karena begitu tidak adilnya lingkungan yang dia dapati, dia terkadang merasa kesepian dan kesedihan. Pilu itu tidak dapat dibagikan kepada siapapun, karena dirinya pun ingin selalu terlihat kuat dan berhasil melintasi rintangan di luar habitatnya itu. Kendati demikian, perasaan tidak akan pernah bisa dimanipulasi. Ia selalu meluapkan emosi yang dia rasakan itu sendirian ditemani dengan monolog dengan bayangan dirinya. Walaupun begitu, kejadian tersebut malah membuat dirinya semakin bijak dan kuat.
Setelah sekian lama sudah beradaptasi dengan lingkungan barunya, ia pun telah mempunyai kemampuan bertarung yang hebat. Makanan yang ia dapatkan pun melimpah. Ia menganggap dirinya, paling tidak sudah mampu menerima akan kerasnya lingkungan yang ia tempati. Karena mendapati dirinya yang berada dalam kesendirian, ia pun mencari rekan dalam upaya untuk mempersatukan kekuatan dan kesempatan hidup. Ia pun memilih untuk berteman dengan anjing hutan. Karena merasa cocok dan dapat ber-partner dengan baik, anjing hutan itu pun mengiyakan untuk bahu membahu dalam meneruskan kelangsungan hidup mereka.
Hari demi hari, hutan demi hutan, makanan demi makanan mereka peroleh. Bahkan sedikit diragukan bahwa keduanya akan saling menyakiti hingga hewan-hewan di tempat itupun mengenal mereka sebagai partner yang sangat solid dan serasi. Serigala merasa ada di puncak hidupnya.
Namun, satu kejadian ini dapat mengubah hampir seluruh hidupnya. Ia dipertemukan dan sekelompok anjing hutan yang merupakan kawanan dari partnernya tersebut. Lone wolf sangat dikejutkan oleh rekannya sendiri. Bagaimana tidak, rekan yang sangat ia percayai memberikan aba-aba untuk bersiap menyerang si serigala. Rekan yang sudah anggap sebagai sosok yang paling membantu, berjasa, dan juga menemani di kala sulit dan senang begitu saja mengkhanatinya. Dari kejadian itupun ia kehilangan hal yang paling berharga. Matanya tergores oleh cakar anjing hutan tersebut sehingga ia kehilangan separuh penglihatannya. Ia pun terbaring lemah karena penyerangan itu. Ia merasakan sakit dalam jiwa maupun raganya. Ia kembali menyadari bahwa dunia seutuhnya memanglah tidak adil.
Dengan bermandikan darah bercampur air mata, ia kembali menelusuri lingkungan yang sudah banyak memberikan luka. Dirinya merasa sudah tidak ada gunanya lagi untuk bertahan hidup, tak kuasa menahan perihnya akan kenyataan. Namun, perasaan itu semua tiba-tiba hilang begitu saja.
Ia kembali dikejutkan dengan melihat sekelompok serigala yang menelusuri panasnya gurun pasir. Ia tak menyangka bahwa dirinya bertemu dengan sekelompok kawanannya yang berbeda tempat tinggal dan ras. Perlahan rasa sepi yang menyelimuti serigala itupun menghilang. Walau pernah dikhianati tak membuat lone wolf untuk trauma menjalin pertemanan dengan sekelompok serigala yang ia temui. Selain itu, lone wolf juga terlalu berfokus pada cara dia bertahan hidup, sampai melupakan bahwa lingkungan yang ia tempati itu indah dan sangat berharga. Ia pun ikut ke dalam bagian kelompok itu.
Walaupun sudah berkelompok, lone wolf tetaplah lone wolf. Dirinya acap kali meninggalkan kawanannya. Bukan untuk mengkhianati kawanannya ataupun meninggalkannya, ia hanya membutuhkan waktu untuk dapat monolog dengan dirinya sendiri. Ia berjalan terus entah kemana tujuannya. Sampailah ia ke padang savana. Ini bukan pertama kalinya ia mendatangi padang savana. Hanya saja, pikiran yang terlalu penuh dengan hal-hal yang tidak perlu berada di dalamnya, ia melupakan lingkungan sekitarnya. Di malam hari yang menyejukkan ini, ia menyadari bahwa dirinya sudah lama tumbuh kuat. Dirinya sudah mengalami berbagai hal hingga dapat merasakan di ttik hidupnya sekarang. Banyak hal-hal yang pasti tidak akan dia dapatkan jika dirinya tidak keluar dari habitat aslinya. Dengan mata sayu dan mulai memunculkan refleksi bulan di matanya , ia pun tertidur di tengah hamparan rumput savana untuk menyiapkan hal yang tidak akan dia duga kedepannya.