Pikiran naif ini pernah berkata bahwa dirinya yang paling lama lah yang akan aku miliki. Hati yang lugu ini pernah bergumam bahwa dirinya yang baru inilah yang akan bersamaku selamanya. Pikiran yang melayang ini pernah terbesit bahwa orang baru yang akan mengisi hariku. Namun aku sadari semua hanyalah masalah waktu. Semua yang indah pada akhirnya akan kembali pudar sebagaimana awalnya.
Mekar Hanya Sementara
Di tengah terpaan writer's block tiada henti-hentinya aku membayangkan apa yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Aku merasa hidupku semakin tidak arah dan hilang hasrat untuk memperbaikinya. Tak elak berapa kali matahari melintasiku dengan keadaan diriku yang begini-begini saja. Kepingan diriku hilang entah ada dimana. Diriku yang bermekaran pun sudah layu mati tak berbunga lagi. Padahal hanya satu tahun berlalu, rasanya sudah cukup lama. Tahun 2023 adalah tahun dimana aku mulai menghadapi hal-hal yang baru. Rasanya baru kemarin aku mulai mengetahui bahwa orang yang aku ingin kenal adalah sepupuku sendiri. Tak terasa 5 tahun berlalu begitu saja. Padahal di dalam 5 tahun itu aku sudah mempunyai rasa bahwa dirinya yang bersamu sekarang adalah orang yang akan kudampingi di pelaminan nanti. Bukankah kita sudah saling percaya? Bukankah banyak momen yang sudah kita lalui bersama? Aku merasa yakin sampai aku pun dengan bangganya mengenalkan dirinya kepada teman-temanku dan juga keluarga. Ahh sudah mengapa harus malu? Toh dia yang sekarang juga bakal aku miliki pada akhirnya. Euforia itu aku rasakan sepanjang hari dengan harapan kalau dia memang Allah ciptakan untukkku. Hanya masalah waktu saja sampai kata-kata sakral yang keluar dari mulutku akan menggetarkan Arsy. Allah punya kejutan lain. Entah dengan kuasa-Nya yang sebegitu rumit sehingga bagaimana bisa hubungan yang aku jalani 5 tahun itu selesai sudah. Aku selalu membayangkan, apa yang menyebabkan suatu peradaban itu runtuh. Bagaimana bisa kekaisaran Romawi yang membentang dari Asia, Eropa sampai Afrika itu bisa hancur dengan mudahnya. Tak elak kalau aku pun berpikir pada awalnya, apa yang akan menyebabkan hubungan kami runtuh pada akhirnya? Ternyata perasaan "se-begitu yakinnya" aku pada dirinya pada akhirnya memang hanyalah sementara. Perasaan sakit melihat dirinya bahagia lebih dulu pun hanyalah sementara. Trauma yang aku pikir itu akan melekat pada diri ini juga hanyalah sementara. Namun ingatan diriku akan hal itu mungkin selamanya? Atau hanya menunggu waktu juga?
Redup
Tak bisa dipungkiri bahwa rasa sesal akan suatu kesalahan juga adalah rasa yang aku miliki setelah lepas dari dirinya. Aku berpikir bahwa ini adalah kutukan selamanya. Dimana rasa satu hari itu terasa berat. Aku terus menahan jeritan dalam pikiran ini untuk tidak meluap di jam kerja. Rasa sakit ini yang meletup-letup pun tak bisa dihindari. Tatapan ini menjadi gelap. Aku merasa inilah akhir dari dunia. Namun saat membuka mata ini lebar-lebar, sepertinya dunia terus berjalan sebagaimana biasanya. Kebisingan kota-kota terus bersahutan seolah masalahku tidak ada dampak apa-apa disana. Perlahan-lahan aku mencoba untuk berdamai bahwa hidup ini akan baik-baik saja tanpanya. Namun ketika dia kembali pada hidupku, bukannya memperbaiki yang lalu, aku malah membuat luka bagi kami berdua yang mungkin akan menjadi ingatan yang membekas pada diri kami selamanya. Perlahan bangkit walau sakit, walau aku merasa aku lebih tertinggal darinya dan pada akhirnya aku pun sudah pulih. Ikhlas melihat dirinya jauh lebih bahagia dibanding denganku. Hufttt... Tatapan kosong ini juga perlahan terang kembali yaa.
Blow
Setelah pulih aku pun tak butuh waktu lama untuk bisa pindah ke lain hati. Aku pernah merasa bahwa si teman kelas baru ini yang akan menjadi milikku. Bisa date dengannya, berfoto ala-ala ingin memamerkan dirinya tapi muka kami tidak ditampilkan dan betapa bangganya aku bisa memilikinya AHHHHHHHHH mungkin itu untuk sekian waktu yang lama aku bisa merasakan guling-guling di kasur saking girangnya mendapat notifikasi darinya. Aku bahkan sudah berniat untuk memamerkannya pada ibuku yang kebetulan pada saat itu akan melaksanakan umrah. Doa ibu di hadapan Kakbah pasti akan lebih mustajab. Namun entah kenapa rasanya diri ini menolak untuk melakukan hal tersebut. Singkatnya yaa memang aku ditolak dirinya wkwkwkw. Setelah itu pun aku bisa kembali dengan masa lalu ku yang entah bagaimana aku bertemu dengan orang yang sudah 7 tahun berpisah denganku kini kembali di hadapanku dengan versi dirinya yang lebih cantik dan dewasa. Aku sempat berpikir inilah rencana Tuhan untukku. Mungkin setelah aku berdarah-darah dengan hubungan yang 5 tahun, inilah hadiah yang Allah berikan kepadaku. 7 tahun penantian tak saling menyapa dan tak pernah terpikirkan untuk kembali bisa berhadapan dengannya tiba-tiba saja takdir mempertemukan kami. Aku kembali lagi dengan rasa "se-yakin itu" pada dirinya. Kurasa ini adalah jalan akhirnya. Kurasa nama wanita ini yang aku ucapkan di ikrar pernikahan kami. Diri ini rasanya sangat berbunga-bunga bisa kembali menemukan "jati diri" yang selama ini kucari. Tidak dapat berkomunikasi dengannya pun dulu sangat berat. Aku pun rindu dibuatnya. Setelah aku mencoba untuk menjauh untuk menghilangkan rasa ini, ternyata hati ini masih berpaku padanya, si masa lalu yang tetap terbaik. Si pelukis handal dan indah. Sudahlah pada akhirnya memang ini jawaban Allah untukku si orang kesepian itu. Namun entah kenapa lagi dan lagi perasaan itu sementara. Setelah dirinya memutuskan untuk saling asing, perasaan pada dirinya semakin memudar. Story dirinya tak lagi kutunggu. Perlahan notifikasi Instagram yang kupasang ketika dirinya membuat post dan story pun aku matikan kembali. Foto-foto yang ada dalam galeri ini semakin hari semakin tidak berasa kenangannya. Bukti pembayaran bahwa diriku pernah memakan ramen bersama pun kini tak ada lagi artinya jadi aku buang. Aku kembali bertanya, mengapa bisa perasaan "se-yakin itu" bisa hilang? Bukankah sudah cukup bukti bahwa dia bercerita tentang diriku pada ibunya adalah jawaban bahwa aku adalah orang yang tepat baginya? Mengapa sekarang sudah selesai?
Aku sudah muak dengan perasaan "yakin" itu. Setiap aku merasa orang yang aku temui adalah jawaban pasti lambat laun akan kembali pada tempat asalnya. Aku hanyalah tempat persinggahan, bukan tujuan. Aku juga sudah skeptis bahwa perasaanku pada wanita ambis ini perlahan akan hilang juga. Aku pasrah, tapi aku tidak sabar. Rasa dimana effort ini berbuah hasil adalah letupan rasa bahagia yang ada dalam diri. Sebut saja ketika aku berkeliling mall untuk mencari pelukis ini dimana tiap langkah adalah rasa gemetar. Pada akhirnya aku bisa bertemu juga dengannya kan? Dan juga aku membuat kata-kata untuk ulang tahun wanita ambis ini dimana setiap detik yang aku lalui adalah rasa takut bahwa pesanku tidak akan terlihat. Nyatanya terbalas bukan? Jadi yaa itulah perasaanku yang sementara ini. Walau wanita ambis ini aku denial kalau aku belum bisa menghilangkan perasaan ini, jadi aku akan membiarkannya tumbuh atau mati sebisanya. Semua perasaan ini aku tidak akan memaksakannya dan juga memburu-burukannya. Biarlah perasaan ini akan membawaku kemana. Karena aku sendiri sudah lelah dengan perasaan "yakin". Akankah struk bayar saat aku membeli kopi, memakan ramen dan menonton film dengannya pun akan ikut pudar seiring berganti hari? Tidak ada yang tahu.
Pesan terakhir, saat aku menonton film TAOL kemarin, adalah memang benar adanya, penulis akan jauh lebih mudah menulis ketika dirinya sedang jatuh cinta. Terbukti saat aku merasa sedang berbunga rasanya setiap hari ini terdapat ide baru. Sedangkan sekarang aku tidak memiliki wanita yang benar-benar dalam meledakkan ini hatiku. Writer's block, itulah istilah baru yang aku kenal. Akankah dirinya ini membawaku kepada babak baru pada tulisan ini? Atau ya sudah tulisan ini akan begini-begini saja. Kita tunggu jawaban dunia dan isinya untuk dirimu, yang aku selalu tunggu kabarnya.