Skip to main content

I Realized I Was Far From High School

ยท 11 min read
Muhammad Farid
Summary

Dahulu, hidup adalah lembaran buku harian yang penuh dengan catatan ringan. Seperti anak-anak yang bermain di taman sembari bercanda tawa, kita menjalani hari-hari dengan bebas tanpa beban. Ya walaupun ada beban, itu pun hanya beban pekerjaan rumah. Namun, seiring berjalannya waktu, kita merasa bahwa pelajaran hidup telah berubah, dan saatnya untuk meninggalkan masa sekolah dan memasuki babak yang lebih dalam dan penuh tanggung jawab. Dalam perjalanan menuju kedewasaan, kita kadang-kadang merasa terombang-ambing antara hasrat untuk kembali ke masa anak-anak dan kewajiban-kewajiban baru yang kita emban. Namun, kita memahami bahwa ini adalah perjalanan yang tak bisa dihindari. Dengan setiap langkah yang diambil, kita semakin memahami diri kita sendiri, mengukir identitas yang lebih kuat, dan menghargai nilai-nilai yang mengarahkan kita.

Cerita Mula Tersadarkanโ€‹

Yaa...Dewasa itu adalah waktu ketika warna- kehidupan menjadi lebih kompleks. Aku sadari dalam dunia yang lebih besar ini, aku dituntut untuk belajar menghadapi tanggungjawab yang tak lagi sebatas mengumpulkan tugas-tugas. Permainan dan teman-teman sebaya digantikan dengan keputusan-keputusan yang memiliki konsekuensi jangka panjang, seperti: memilih karir, menemukan pasangan, mengelola keuangan, dan merawat diri sendiri. Sekarang, aku sudah memasuki babak baru tersebut. Awal mula ketika aku memutuskan untuk pergi makan siang berdua dengan salah satu teman kerja, lewatlah gerombolan siswi kelas 1 SMA (terlihat bajunya masih baru). Temanku tiba-tiba saja melempar candaan:

P: "Rid, tuh cewek anak sekolahan cakep. Lu gamau?"
F: "Hah? Kenapa juga mesti gua?"
P: "Kan lu sama mereka seumuran, bisa kali"
F: "Mentang-mentang lu anak 90-an ngatain gua bocil. Put, temen seumuran gua tuh udah pada kuliah. Gua sama mereka (anak SMA) itu umurnya dah beda jauh. Bisa 5-6 tahun. Gila aja lu"
P: "Ohh gitu ya? Gua kira lu masih seumuran sama mereka. Tapi kan bisa Rid kan lu yang lebih tua"
F: "Selera gua mah gap-nya gajauh beda Put umurnya. Kalo bisa mah seumuran wkwkwk"

Tolong, saya umur 21 tahun. Anak kelas 1 SMA mungkin umur 16-17 tahun. Gap-nya udah jauh wkwkwk. Obrolan makan siang pun mengalir ke banyak hal. Ketika kami selesai makan dan menuju kembali ke kantor, kami juga berpapasan dengan gerombolan karyawan wanita yang mungkin itu karyawan tetangga. Gaya yang khas anak kantoran Jakarta. Tentu dengan kami yang laki-laki belum menikah, langsung connect setelah berpapasan dengan mereka.

P: "Rid, cakep tuh wkwkw"
F: "Cakep sihh, tapi inimah keknya seumuran lu, Put. Gua gayakin ada dari mereka yang seumuran gua"
P: "Pasti ada Rid. Kalo ada juga lu mau?"
F: "Hal yang sulit hahaha"

Aku pun menyadari, kalau usia aku sudah jauh dari anak sekolahan. Tapi, aku lebih dekat dengan usia karyawan. Aku sadar bahwa aku bukan lagi anak kecil. Hal itu pun didukung ketika aku menonton series Indonesia tentang anak sekolah. Tak biasanya aku menonton series Indonesia. Bukan karena apa-apa, melainkan kisahnya yang klise. Tentang cinta, bullying, ketenaran, kemewahan, dan hal klise lainnya. Namun untuk series ini, aku akui mengusung tema yang tidak biasa. Film yang aku tonton adalah Virgin The Series dan My Nerd Girl. Virgin the series aku sudah menonton sejak lama. Namun untuk My Nerd Girl Season 2 baru aku tonton dan aku sudah menyelesaikannya. Ya intinya My Nerd Girl adalah kisah anak kelas 12 SMA dengan karakter utama Rea. Aku tidak akan bahas panjang x lebar x tinggi mengenai keseluruhan kisahny, aku hanya fokus di poin penting yang dapat aku ambil. Rea sebagai perempuan yang terkenal pemberani dan independent kembali bersekolah setelah rehat akibat masalahnya di season 1. Rea mempunyai pacar Reyhan, lalu ada sahabatnya Suki dan ada Aldi sebagai mantan pacarnya. Di season ini ditambah tokoh baru bersama Vanya (yang ini baru cantik wkwkwk) sebagai sepupunya Rea.

Seperti kisah-kisah cinta di sekolah lainnya, anehnya aku sontak tertawa geli karena merasa cringe dengan rayuan-rayuan anak sekolah wkwkw. Yaampun, bukannya melted malah ketawa hahaha sialan. Memang benar, aku merasa aneh saja dengan canggung mungkin jika aku berada di posisi tersebut. Berarti benar aku sudah bukan lagi tipe anak sekolahan. Aku pun banyak mengambil pelajaran tentang bagaimana cara anak sekolahan menyelesaikan masalah, terkhususnya tentang cinta. Aku menilai:

"Hei, seharusnya bukan begitu penyelesaiannya. Itu terlalu kekanak-kanakan."

Aku banyak melihat sikap mereka di series tersebut sebagai sikap yang tidak patut untuk ditiru, seperti sumpah serapah (malah ke orang tua ngatain f**k you kan aneh dan gasopan banget), lalu ada apa-apa dibawa emosi, terjadi pemaksaan, sampai melampiaskannya kepada orang lain. Tak dapat kusangkal aku pun pernah di posisi mereka, namun ya aku merasa sekarang itu sudah lagi tidak relevan bagiku. Aku mempunyai pemikiran tentang bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut. Bagaimana pun tetap ada yang dapat dipetik kebaikan yang terkandung di dalamnya. Sekarang pun aku sadar mengapa anak-anak di bawah umur tidak boleh menonton film seperti ini tanpa bimbingan orang tua, karena mereka akan berimitasi dan meniru, seolah-olah apa yang tokoh lakukan itu keren. Padahal ngga nyet, masa iya marah-marah ke polisi demi membela kebenaran itu keren? Atau pelukan depan kelas? Katro kali ngga bisa liat situasi:(. Kalau aku punya anak, mungkin aku perbolehkan menonton hal yang semacam ini dengan bimbinganku tanpa ada hal yang aku tutupi. Semua akan aku jelaskan sesuai dengan kadar dan porsinya.

Selain itu, aku juga menyadari kalau aku tuh tua ketika mengakui bahwa tokoh Vanya itu cantik dan kalem. Aku menyukainya. Pikirku tokoh Vanya itu masih seumuran. Ketika aku cek di Google,, hmmm.. kelahiran 2007. What? Berarti beda 5 tahun? Aku sudah tua ternyata. Aku masih berpikir kalau diriku masih sebaya dengan anak sekolah sekarang. Namun, kenyataannya tidak demikian hahaha. Digambar Vanya adalah gadis yang cantik dan selalu tenang, tidak seperti Rea yang meledak-ledak ketika emosi. Walau secara fisik Vanya lebih memikat, namun tidak untuk sikapnya yang tidak bisa menolong diri sendiri ketika difitnah. Ia hanya terdiam saja tidak membela diri walau tahu ia tidak bersalah. Untuk Rea aku suka dengan kepribadiannya yang dewasa dan pemberani, yang selalu ingin menolong orang. Perlu dicatat, aku hanya suka di fiksi ya. Di realitanya saat aku mengunjungi untuk stalk Instagram keduanya, mereka bukanlah tipeku. Ya, aku tak bisa menyalahkan juga dengan cara berpakaian mereka di kehidupan nyata yang "kurang bahan". Di film juga Rea berpenampilan lebih terbuka sihh. Emang di film ini Vanya still the best, still my favorite character. Pakaiannya tidak terlalu terbuka, cantiknya tipe aku, dan kalem. Tidak banyak juga tokoh film wanita yang aku akui "cantiknya gua banget". Untuk film Indonesia seingatku ada Lea di film One Night Stand, Dinda di Story of Kale, Vanya di My Nerd Girl. Film luar ada Violet di All The Bright Places, Hermione di Harry Potter, dan Mia di La La Land. Kebanyakan film Thailand emang juaranya "cantiknya gua banget" wkwkwk ada Suktala dari IQ 15 krachoot, Shen dari You Are An Apple Of My Eye, Nanno dan Yuri dari Girl From Nowhere, dan May dari film May Who. Namun ya, tetap saja di kehidupan real-nya aku tidak terlalu menyukai mereka hahaha. Lagian, lebih realistis saja tipeku di dunia nyata tidaklah seperti mereka. Namun, sama-sama sulit untuk mengatakan: "Nahh, ini baru tipe gua". Aku menyukai tipe yang dewasa, tidak terlalu kaku, berwawasan, keibuan, dan mandiri dan juga cara berpakaiannya tertutup, sopan, dan ngga aneh-aneh lah, apalagi kalo sampai kurang bahan:(. Dan semua itu ada di orang yang aku sukai sekarang.

Pelajaran yang Dipetik dari Filmโ€‹

Aku sudah dewasa, begitu pula aku harus menjalani kehidupan ini secara dewasa. Tidak semua beban masalah harus diluapkan dengan marah-marah ataupun secara fisik baku hantam. Tidak, aku harus menghadapi semuanya dengan kepala dingin. Lalu lihat juga situasi, bukan berarti orang yang sudah jelas salah kita boleh seenaknya berbuat. Masa iya mau baku hantam di rumah sakit sih. Lalu, untuk rayuan anak sekolah pun

๐Ÿ‘ฆ๐Ÿป: "Aku maunya sama kamu selamanya"
๐Ÿ‘ฉ๐Ÿป: "Kalau aku gila?"
๐Ÿ‘ฆ๐Ÿป: "Aku rela ikutan kamu jadi gila"
๐Ÿ‘ฉ๐Ÿป: "Kalau kamu suka aku itu adalah kesalahan?"
๐Ÿ‘ฆ๐Ÿป: "Aku mau tetap salah, asal sama kamu"

Asli cringe hahahaha. Aku pun ngga denial kalau aku pernah di posisi melted kalau dengar rayuan seperti itu. Kalau sekarang? Aneh ngga sihh hahahaha. Segala macam emosi pun tak dibenarkan jika dilampiaskan kepada orang yang tidak bersalah, bahkan tidak tahu apa-apa. Aku jadi belajar kalau ada hal yang bikin aku emosi, aku sebaiknya tetap tenang. Tidak marah-marah apalagi sampai mengumpat. Lalu tidak membawa masalah itu kepada pekerjaan, karena harus profesional. Ada masalah di kerjaan, sebaiknya tidak dibawa ke keluarga. Aku jadi mengerti cara menempatkan diri. Lalu, bagaimana cara melampiaskannya? Bisa mengalihkan diri dengan kegiatan lain yang positif, atau tertidur, atau menangis. It's fine. Aku pun sedang belajar untuk afirmasi perasaan diri sendiri. Selain itu, untuk meluapkan emosi bisa dengan bercerita kepada seseorang. Untuk saat ini, aku inginnya sih bisa cerita banyak hal kepada orang yang aku sukai. Namun, aku ingat kalau dia tidak terlalu suka bahasan tentang satu pihak saja. Jadi, aku belum bisa menempatkan diri kapan aku harus bercerita kapan aku harus menyimpannya sendiri terlebih dahulu.

Selanjutnya adalah komunikasi. Aku agak kesal ketika Suki marah kepada Rea karena ia tidak terbuka kepada Suki.

S: "Rea, gua sebel sama lu. Soal Gadis lu ngga cerita. Lu juga ngga cerita soal Aldi yang masih ngarep sama lu. Lu ambil kesempatan gua"
R: "Soal Gadis itu bukan ranah gua, Suki. Soal Aldi juga gua ngga ngasih harapan apa-apa ke Aldi. Kesempatan apa yang gua rebut dari lu?"
S: "Gua suka sama Aldi"
R: "Lhoo? Lu sendiri ngga cerita"
S: "Kaget? Terbukti lu bukan sahabat gua. Lu aja ngga kenal gua. Lu gasadar selama ini gua ada rasa ke Aldi"

See?, bisa lihat ada yang ganjal? Rea harus cerita semua hal ke Suki. Tapi Suki berharap Rea sadar bahwa dia suka Aldi, tanpa bercerita apapun. I say "What?", itu tidak adil. Kuncinya semua ya komunikasi. Apapun bisa salah paham kalau tidak saling komunikasi. Percakapan di atas adalah satu dari sekian banyak event hasil dari saling menutupi. Aku ibaratkan jika tidak saling terbuka dan komunikasi itu seperti gejala pada penyakit. Ketika kita memiliki penyakit dan muncul gejalanya, itu merupakan bentuk komunikasi dari tubuh bahwa ada yang tidak beres dengan kesehatan kita. Atau malah ingin sehat-sehat saja tiba-tiba divonis Kanker stadium 3? Mana yang kau pilih, sakit mengalami gejala tapi bisa diatasi lebih awal, atau malah baik-baik aja dan suddenly tubuh kamu langsung parah? I choose tell anyone the truth. Aku akan berbicara tentang perasaanku, tentang emosiku, tentang pikiranku. Jangan iya-iya-iya tapi aslinya pengen bilang ngga. Aku sekarang selalu jujur dengan perasaanku, dan itu yang aku pada pasanganku juga.

Lalu, lakukanlah yang terbaik untuk saat ini, apapun kondisinya. Aku memang akui kalau aku sekarang masih takut untuk kembali menaruh rasa percaya kepada seseorang. Namun, bukan berarti ketakutan tersebut menjadikan diriku tidak maksimal terhadap usahaku membuat dirinya bahagia. Aku harus tetap ikuti kata hatiku. Aku juga harus selalu menjaga perasaannya. Walau kami sebatas teman, tetap saja aku tidak sepatutnya untuk bermain-main lagi dengan wanita lain. Kenapa? Jomblo bebas kali. Betul, tapi aku sedang dekat dengannya. Jikalau aku bermain-main lagi hingga mendekati wanita lain, itu sama saja dengan mempermainkan perasaannya.

"Tapi bagaimana kalau ending-nya dia tidak sama kamu?"

Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap harus menerima. Biarkan dia bahagia dengan pilihannya. Cinta tak bisa dipaksakan. Aku tidak boleh marah kalau dia tiba-tiba saja suka kepada lelaki lain. Aku harus menerimanya. Ya walaupun pasti sedih sih nangis-nangis dan bisa saja sampai sakit lagi, but, sekali lagi aku harus menerimanya. Begitulah cara kerja dalam dunia dewasa. Aku yakin pasti ada hikmah dibaliknya. Sama seperti diriku juga yang ingin mencari pekerjaan baru tapi belum membuahkan hasil. Walau aku sudah tidak suka dengan pekerjaanku saat ini, bukan berarti tugas yang diberikah harus diselesaikan dengan leha-leha. No, tetap harus melakukan yang terbaik. Mungkin, suatu saat aku dapat meraih posisi yang lebih baik. Intinya dalam segala urusanku, aku harus tetap jadi yang terbaik, mau itu perjuangin dia, perjuangin pekerjaan, ataupun kuliahan. Segitu aja dulu tulisan random dari hasil cincong sama teman dan hasil dari nonton series sampai tamat dalam 2 hari. Ditambah lagi sama doi, seneng banget dia fastresp. Selamat malam dan cheers.